Lebih baik pakai kertas atau plastik? Beling (glass) atau kaleng? Saat ini semakin banyak kelompok/komunitas yang peduli dengan lingkungan dan ikut berperan aktif mengkampanyekan gaya hidup ramah lingkungan, contohnya dengan menggunakan botol dan tas pakai ulang, mengurangi konsumsi plastik konvensional, mengganti material-material kimiawi ke material organik, dlsb. Tentunya upaya tersebut merupakan suatu hal yang baik, namun sebenarnya seberapa ramah lingkungan sih, material “ramah lingkungan” itu?
Kriteria Holistik Ramah Lingkungan
Dalam melihat definisi material ramah lingkungan, kita tidak bisa hanya melihat dari satu aspek saja. Kertas misalnya, selama ini material tersebut dianggap sebagai material paling ramah lingkungan. Namun tidak banyak yang sadar bahwa kertas untuk pembungkus makanan pasti perlu tambahan plastik sebagai pelapis agar tidak bocor.
Atau plastik misalnya, proses produksinya tidak memakan konsumsi energi yang besar, namun daur hidupnya yang baru bisa terurai dalam 500 – 1000 tahun menyebabkan timbulan sampah plastik menjadi masalah serius jika tidak dikelola dengan baik. Untuk itu, perlu melihat beberapa faktor berikut dalam memahami konsep Ramah Lingkungan secara holistik:
1. Memahami Sumber Material
Sumber material dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu:
- Sumber Terbarukan
Dihasilkan dari sumber yang secara alami tidak akan habis, bahkan berkelanjutan jika dikelola dengan baik.
Contoh sumber dan material terbarukan: kayu yang menjadi materi pembuatan kertas, ataupun daun pisang yang biasa digunakan sebagai pembungkus makanan, tumbuhan seperti jagung atau singkong yang bisa digunakan untuk membuat bioplastik, dlsb.
- Sumber Tak Terbarukan
Adalah sumber material yang tidak dapat dengan mudah diganti dengan cara alami untuk mengimbangi konsumsi.
Selama masih ada eksplorasi minyak/gas untuk kebutuhan tenaga listrik dan BBM, selalu akan ada sisa olahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuat resin plastik.
Karena plastik terbuat dari sisa olahan, harganya menjadi sangat terjangkau dan merupakan salah satu alasan mengapa plastik jadi pilihan utama untuk sebagian besar kemasan makanan dan minuman. Namun sisa cadangan minyak yang merupakan bahan pembuatan plastik diperkirakan hanya cukup sekitar 50 tahun lagi, sehingga membuat plastik tidak berkelanjutan.
2. Konsumsi Energi
Semakin besar penggunaan suatu energi dalam proses pembuatan material ataupun produksi, semakin besar pula emisi yang dihasilkan. Dari emisi tersebut, muncullah jejak karbon, yang berasal dari pemanfaatan listrik, minyak bumi, serta energi-energi lain dalam produksi material dan produk. Selain memberikan dampak negatif kepada lingkungan, jejak karbon yang berlebih dapat menyebabkan pemanasan global.
Data yang dipublikasikan oleh BBC menunjukkan produksi kantong kertas yang dikenal ramah lingkungan justru menggunakan energi 4 kali lipat lebih tinggi dari pada kantong plastik, dan juga menghasilkan emisi yang lebih besar.
3. Daur Hidup (End-of-Life)
Suatu kemasan juga bisa disebut ramah lingkungan bila dapat digunakan berkali-kali atau dalam jangka waktu yang lama. Namun untuk dapat digunakan secara berkelanjutan, tentunya dibutuhkan materi produksi yang dapat mengakomodir kebutuhan tersebut.
Andai dirasa sudah tidak bisa digunakan lagi sehingga harus dibuang, materi yang digunakan dalam kemasan tersebut harus memiliki kapasitas untuk dapat terurai dalam waktu yang cepat, atau setidaknya bisa didaur ulang.
Setiap materi tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai pengguna, hal yang menjadi tugas kita dalam memaksimalkan konsep ramah lingkungan adalah memilih produk bermateri ramah lingkungan dengan tepat. Yuk, coba amati barang-barang yang kita beli di sekitar, sudah cukup ramah lingkungan atau belum, ya?